Perjanjian Franchise (Bagian 1)
Manusia merupakan individu ciptaan Tuhan yang dianugerahi akal, logika, hati nurani, dan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan serta sesamanya.Namun dalam kehidupannya, manusia itu tidak dapat hidup seorang diri. Sudah menjadi kodrati bahwasannya manusia itu adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Sehingga dalam menjalankan kehidupannya, sebagai makhluk sosial manusia memerlukan interaksi dengan sesama manusia lainnya agar kepentingannya dapat terlaksana. Untuk dapat melakukan kepentingan-kepentingannya, manusia dengan manusia lainnya bersepakat untuk bekerjasama agar kepentigannya itu tadi menjadi lebih mudah untuk telaksana.
Kerjasama yang dilakukan oleh manusia-manusia yang sama-sama mempunyai kepentingan tertentu ini tadi lazimnya dituangkan kedalam bentuk perjanjian. Dengan kata lain suatu pihak-pihak tertentu yang kemudian sama-sama mempunyai kepentingan kemudian bersepakat untuk mengikatkan dirinya kedalam perjanjian. Dengan demikian lahirlah suatu perikatan dari perjanjian yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu itu tadi. Karena memang hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan.[1]Hukum membagi macam perjanjian yaitu perjanjian bernama (Nominaat Contract) atau Perjanjian yang aturan-aturannya terletak di dalam KUHPerdata dan perjanjian tidak bernama (Innominaat Contract) perjanjian di luar KUHPerdata.
Perjanjian tidak bernama ataupun yang dinamakan perjanjian di luar KUHPerdata bukanlah berarti perjanjian yang aturan hukumnya tidak dikodifikasi. Perjanjian jenis ini biasanya termuat dalam peraturan yang berbentuk peraturan perundang-undangan, peraturan pemerintah, peraturan presiden, ketetapan mentri dan produk-produk hukum lainnya.Di negara kita saja saat ini sangat senter dengan Perjanjian Waralaba atau yang biasa kita sebut dengan franchise. Perjanjian ini sangat pesat perkembangannya dimana memang para pelaku bisnis usaha sangat menyukai bisnis franchise karena minimnya modal untuk memulai bisnis ini serta praktisnya penyediaan peralatan maupun perlengkapan karena tinggal menjalankan bisnisnya saja. Dalam perkembangannya, dari tahun ketahun telah banyak berbagai jenis usaha kecil menengah yang dijalankan oleh para wirausaha menggunakan franchise.
Apakah Franchise tersebut? Berikut merupakan sejarah beserta kajian singkat mengenai Franchise pada bagian pertama. Mengenai kajian lebih lanjut seperti para pihak yang terlibat dalam Franchise beserta hak dan kewajibannya akan dikaji pada bagian kedua.
Sekilas Pandang tentang Perjanjian Franchise.
Kata franchise berasal dari bahasa Prancis “affranchair” yang artinya to free (membebaskan). Dari segi bisnis franchise merupakan salah satu metode produksi dan distribusi barang dan jasa kepada konsumen dengan suatu standart dan sistem eksploitasi tertentu. Perjanjian Franchise adalah perjanjian yang berisi pemberian hak kepada seseorang/perusahaan untuk menggunakan merek dagang, atas barang atau jasa, berikut sistem bisnisnya oleh pemilik merek dagang tersebut.
Di Indonesia, waralaba mulai dikenal pada tahun 1950 degan munculnya dealer kendaraan bermotor melalui pembelian lisensi atau menjadi agen tunggal pemilik merek. Waralaba di Indonesia semakin berkembang ketika masuknya waralaba asing pada tahun 80-90an. KFC, MC Donals’s, Burger King dan Wenys adalah sebagian dari jejaring waralaba asing yang masuk ke Indonesia pada awal-awal berkemangnya waralaba di Indonesia.
Esensi utama dari franchise adalah perjanjian lisensi. Namun, dalam perjanjian terdapat beberapa ketentuan yang membedakannya dengan perjanjian lisensi biasa. Dalam franchise, perjanjian lisensi diikuti dengan kewenangan pemilik merek untuk melakukan kontrol guna menjamin kualitas barang dan jasa yang dilisensikan dan juga punya kewenangan, baik seluruhnya maupun sebagian kontrol atas bisnis yang bersangkutan yang tidak bertalian dengan persyaratan kualitas.[2]
Dasar Hukum Perjanjian Waralaba
Meski perjanjian bukan bernama tidak diatur dalam KUHPerdata termasuk juga dengan perjanjian waralaba yang notabenenya merupakan jenis perjanjian yang termasuk dalam perjanjian tidak bernama namun pada dasarnya semua jenis perjanjian itu berangkat dari syarat sah dalam melakukan perjanjian yang diatur daammKUHPerdata Pasal 1320. Tak lupa, setiap perjanjian itu ada azasnya berangkat dari kebebasan berkontrak dengan siapapun secara kesukarelaan atau keinginan sendiri tanpa adanya unsur-unsur paksaan yang termuat dalam pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata.
Pengaturan mengenai waralaba sendiri diatur dalam Peraturan Pemerintah No 16 Tahun 1997 tentang waralaba uang kemudian diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah No 42 Tahun 2007 tentang Waralaba. Selanjutnya ada Kep. Memperindag No 259/MPR/ KEP/ 7/ 1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Waralaba yang kemudia ada pengaturan terbarunya yaitu Peraturan Menteri Perdagangan No 12/ M-Dag/ Per/ 3 / 2006 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba.
[1] Kesimpulan berikut mengutip dari Hukum Perjanjian Prof. Subekti Tahun 1990 Bab I: Hubungan Antara Perikatan dan Perjanjian, hlm 1.
1.Basarah Mochammad & Mufidin Faiz. 2008. Bisnis Fraanchise dan Aspek-Aspek Hukumnya. Bandung: Citra Aditya Bakti, hlm 33-37.
- Sutedi, Adrian. 2008. Perjanjian Waralaba. Bogor: Ghalia Indonesia, hlm 19.
Sumber :
Basarah Mochammad & Mufidin Faiz. 2008. Bisnis Fraanchise dan Aspek-Aspek Hukumnya. Bandung: Citra Aditya Bakti, hlm 33-37.
Sutedi, Adrian. 2008. Perjanjian Waralaba. Bogor: Ghalia Indonesia, hlm 19.
Sumber Gambar:
https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fwww.finansialku.com%2Fsurat-perjanjian-franchise%2F&psig=AOvVaw0ebM61mW335nZujtmeafMV&ust=1670946472785000&source=images&cd=vfe&ved=0CBEQjhxqFwoTCLj2_eq29PsCFQAAAAAdAAAAABAE