
Narkotika dan Psikotropika di Indonesia
Narkotika
Menurut pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau pengubahan keadaan, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan kedalam golongan-golongan sebagaimana terdapat dalam undang-undang ini.
Narkotika digolongkan menjadi 3 golongan :
Golongan I
- Hanya digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan
- Tidak digunakan dalam terapi
- Potensi ketergantungan sangat tinggi
- Contoh : Heroin (putauw), kokain, ganja
Golongan II
- Untuk pengobatan pilihan terakhir
- Untuk pengembangan ilmu pengetahuan
- Potensi ketergantungan sangat tinggi
- Contoh : fentanil, petidin, morfin
Golongan III
- Digunakan dalam terapi
- Potensi ketergantungan ringan
- Contoh : kodein, difenoksilat
Psikotropika
Menurut UU No.5 Tahun 1997, psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah atau sintesis bukan narkotika yang bersifat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan aktivitas mental dan perilaku.
Psikotropika digolongkan menjadi 4 golongan :
Golongan I
- Hanya untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan
- Tidak digunakan dalam terapi
- Potensi sindrom ketergantungan amat kuat
- Contoh : LSD, MDMA/ekstasi
Golongan II
- Untuk pengobatan
- Untuk pengembangan ilmu pengetahuan
- Potensi sindrom ketergantungan kuat
- Contoh : metamfetamin (shabu), sekobarbital
Golongan III
- Untuk pengobatan atau terapi
- Untuk pengembangan ilmu pengetahuan
- Potensi sindrom ketergantungan sedang
- Contoh : amobarbital, pentazosine
Golongan IV
- Untuk pengobatan atau terapi
- Untuk pengembangan ilmu pengetahuan
- Potensi sindrom ketergantungan ringan
- Contoh : diazepam, halozepam, triazolam, klordiazepoksida
Undang-Undang yang mengatur Narkotika:
- Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
- Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional
- Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Kebijakan dan Strategu Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika
- Menteri Dalam Negeri Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2013 tentang Fasilitas Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika.
Perbuatan Yang Dapat Dipidana Berdasarkan Undang-Undang Narkotika:
Berdasarkan pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, penyalahguna adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum.
Dalam Undang-Undang Narkotika, hanya dirumuskan unsur tanpa hak atau melawan hukum, yang artinya jika pelaku menyalahgunkana atau memproduksi atau mengedarkan atau membawa atau memiliki, dan atau sebagainya, yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Narkotika maka pelaku sudah dianggap melanggar pasal-pasal dalam undang-undang narkotika.
Di dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, terdapat 4 (empat) kategorisasi tindakan melawan hukum yang dilarang oleh
Undang-Undang dan dapat diancam dengan sanksi pidana, yakni:
- Kategori pertama, yakni perbuatan-perbuatan berupa memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika dan prekursor Narkotika.
- Kategori kedua, yakni perbuatan-perbuatan berupa memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika dan prekursor Narkotika.
- Kategori ketiga, yakni perbuatan-perbuatan berupa perdagangan, pembisnisan dan menjadi transaksi Narkotika dan precursor Narkotika.
- Kategori keempat, yakni perbuatan-perbuatan berupa membawa, mengirim mengangkut, atau mentransit Narkotika dan prekursor Narkotika.
Sumber
Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
pictures: https://id.pinterest.com/pin/753438212631477397/