Penggantian Hak-hak (Piutang) Kreditur Lama oleh Pihak Ketiga/Kreditur Baru
Ilustrasi kasus
– A berniat membeli tanah dan bangunan dari B seluas 300 m2 yang terletak di Jakarta dengan nilai sebesar Rp. 20 milyar.
– A dan B dengan disaksikan C sepakat secara lisan agar nilai yang tertuang dalam AJB senilai Rp. 10 milyar
– Pembayaran dilakukan dengan dua tahapan :
- Sebesar Rp. 10 Milyar dibayarkan A kepada Bank XYZ sebagai pelunasan utang B sebelum tandantangan AJB; dan
- sebesar Rp. 10 milyar dibayarkan A kepada D sebagai pelunasan utang B yang dilakukan setelah tandatangan AJB.
– Setelah semua proses balik nama tersebut dilakukan, B menolak meninggalkan objek dengan alasan bahwa B tidak pernah menerima pembayaran tersebut secara langsung dari A.
– Menurut B nominal dalam Akta Jual Beli tidak sesuai dengan kesepakatan lisan
Ilustrasi diatas merupakan contoh dari Subrogasi.
A dapat meminta pernyataan bank XYZ dan si D jika A telah melakukan pelunasan utang (Subrogasi) dan pernyataan perpindahan hutang.
Hal tersebut sudah menjadi bukti untuk menyatakan jika A sudah bayar 20 milyar secara tidak langsung, untuk membeli tanah (saksi si C). Atau melakukan rekonvensi bahwa sudah ada perpindahan utang dari Bank XYZ dan D ke A. Jadi B hanya memilih ingin memberikan tanahnya atau melunasi utang yang sudah pindah.
Subrogasi diatur dalam Pasal 1400 s.d. Pasal 1403 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Subrogasi merupakan penggantian hak-hak (piutang) kreditur lama oleh pihak ketiga/kreditur baru yang telah membayar, sehingga dapat disimpulkan bahwa subrogasi terjadi karena adanya pembayaran yang dilakukan oleh pihak ketiga kepada Kreditur sebelumnya. Subrogasi harus dinyatakan secara tegas karena subrogasi berbeda dengan pembebasan utang. Tujuan pihak ketiga melakukan pembayaran kepada kreditur adalah untuk menggantikan kedudukan kreditur lama, bukan membebaskan debitur dari kewajiban membayar utang kepada kreditur. Pelunasan utang yang dilakukan pihak ketiga ini merupakan subrogasi yang terjadi karena undang-undang, pihak ketiga di sini membayar hutang debitur karena ada kepentingan untuk melunasinya tanpa perlu adanya persetujuan antara para pihak baik itu antara pihak ketiga dengan kreditur maupun antara pihak ketiga dengan debitur, sebagaimana dinyatakan dalam pasal 1402 angka 3 KUHPerdata:
“untuk seorang yang bersama-sama dengan orang lain atau untuk orang lain, diwajibkan membayar suatu utang, berkepentingan untuk membayar suatu utang, berkepentingan untuk melunasi utang itu.”
Berbeda dengan Cessie dimana dalam cessie utang piutang tidak hapus, hanya beralih kepada pihak ketiga sebagai kreditur baru. Sedangkan dalam subrogasi, utang piutang yang lama hapus, untuk kemudian dihidupkan lagi bagi kepentingan kreditur baru.. Cessie merupakan cara pengalihan piutang atas nama dengan cara membuat akta otentik/di bawah tangan kepada pihak lain, dimana perikatan lama tidak hapus, hanya beralih kepada pihak ketiga sebagai kreditur baru.
Cessie diatur dalam Pasal613 KUH Perdata. Cessie merupakan cara pengalihan piutang atas nama dengan cara membuat akta otentik/di bawah tangan kepada pihak lain, dimana perikatan lama tidak hapus, hanya beralih kepada pihak ketiga sebagai kreditur baru.
Contoh kasus cessie : ketika A berpiutang kepada B, tetapi A menyerahkan piutangnya kepada C, maka C sebagai kreditur baru yang berhak atas piutang yang ada pada B.
Sumber :
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
- Budiono, Herlien, 2010, Ajaran Umum Hukum Perjanjian Dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Citra Aditya, Bandung.