Suatu kasus yang dapat menjadi Perkara Perdata dan Pidana, Perkara mana yang Terlebih Dahulu Ditangguhkan?
Dalam suatu contoh kasus berikut ini yang bisa masuk dalam suatu perkara perdata dan juga dapat masuk dalam perkara pidana :
Si B melakukan transaksi jual beli perhiasan dengan si C. Si B sebagai penjual dan si C sebagai pembeli. Si C sebagai pembeli memesan cincin mutiara lombok dengan memberikan sejumlah uang sebesar Rp.30.000.000 kepada si B yang ingin pergi ke lombok dan si B menjanjikan akan memberikan cincin tersebut dalam jangka waktu 1 minggu. Dalam jangka waktu sebulan cincin mutiara itu tak kunjung diberikan. Apa yang dilakukan B mengajukan gugatan perdata atau tuntutan pidana?
Dalam contoh kasus tersebut bisa masuk dalam perkara pidana (Penipuan) dan perkara perdata (Wanprestasi).
Penipuan adalah perbuatan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 378 KUHP, dalam kasus tersebut telah memenuhi unsur-unsur :
- Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri dengan melawan hukum;
- Menggerakkan orang untuk menyerahkan sesuatu (uang)
- Dengan menggunakan salah satu upaya atau cara penipuan (rangkaian kebohongan)
Wanprestasi tidak melakukan apa yang seharusnya akan dilakukannya yaitu memberikan cincin mutiara lombok yang sudah dibayar dengan sejumlah uang.
Dalam Pasal 1234 KUHPerdata, Prestasi antara lain:
- memberikan sesuatu;
- untuk berbuat sesuatu;
- atau untuk tidak berbuat sesuatu.
Dalam PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1 TAHUN 1956 dijelaskan bahwa :
“Apabila dalam pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan hal adanya suatu hal perdata atas suatu barang atau tentang suatu hubungan hukum antara dua pihak tertentu, maka pemeriksaan perkara pidana dapat dipertangguhkan untuk menunggu suatu putusan pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya hak perdata itu.”
“Pertangguhan pemeriksaan perkara pidana, ini dapat sewaktu-waktu dihentikan, apabila dianggap tidak perlu lagi.”