Dasar Hukum Sumpah dan Keterangan Palsu
Sumpah dan Keterangan Palsu diatur pada pasal 242 KUHP yang berbunyi:
(1) Barang siapa dalam keadaan di mana undang-undangmenentukan supaya memberi keterangan diatas sumpah atau mengadakan akibat hukum kepada keterangan yang demikian, dengan sengaja memberi keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan atau tulisan, secara pribadi maupun oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(2) Jika keterangan palsu di atas sumpah diberikan dalam perkara pidana dan merugikan terdakwa atau tersangka, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
(3) Disamakan dengan sumpah adalah janji atau penguatan yang diharuskan menurut aturan– aturan umum atau yang menjadi pengganti sumpah.
(4) Pidana pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1 – 4 dapat dijatuhkan.
Pada dasarnya,saksi adalah orang yang melihat, mendengar dan/atau merasakan adanya suatu kejadian
Jika dalam perkara pidana terdapat orang yang hendak di jadikan saksi maka harus memenuhi ketentuan pada pasal 160 KUHAP yaitu : “Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada yang sebenarnya.”
Sedangkan jika saksi tersebut sedang memenuhi panggilan perkara perdata maka harus sesuai dengan pasal 1911 BW yaitu“Tiap saksi wajib bersumpah menurut agamanya, atau berjanjiakan menerangkan apa yang sebenarnya.” Juncto Pasal 147 HIR yaitu “Jika saksi itu tidak mengundurkan diri dari tugas memberikesaksian, atau jika pengundurannya dinyatakan tidak beralasan, maka sebelum memberi keterangan, ia harus disumpah menurut agamanya. (KUHPerd. 1991; Rv. 177 dst.; Sv. 139; IR. 88, 109, 144, 148, 265, 299, 381; S. 1920-69.)”
Berdasarkan pasal 242 KUHP, terdapat dua unsur sumpah dan keterangan palsu:
Dasar Hukum: